Ratusan Kades Tak Hadiri Deklarasi Netralitas yang Digelar Bawaslu Jember
Jember (beritajatim.com) – Ratusan orang kepala desa tak hadiri acara sosialiasi dan deklarasi netralitas yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Jember, Jawa Timur, di Hotel Fortuna Grande, Kamis (26/9/2024).
Menurut data yang diperoleh Beritajatim.com, dari 226 orang kades yang diundang, hanya 79 orang yang hadir. Acara tersebut menghadirkan komisioner Bawaslu Jember Devi Aulia Rahim, perwakilan kejaksaan, dan Inspektorat Pemkab Jember.
“Berkaca dari Pemilu 2024 dan hasil mitigasi Bawaslu Jember, netralitas kepala desa menjadi potensi kerawanan, sehingga sangat penting dilakukan sosialisasi dan deklarasi bersama terkait netralitas kepala desa,” kata Devi.
Dalam kesempatan itu, Devi mengingatkan semua kades untuk berhati-hati, termasuk dalam memilih baju dengan warna tertentu. “Kami mengingatkan, baju ini ada yang identik mengarah ke salah satu pasangan calon. Memang kalau baju itu setiap hari dipakai, tidak akan jadi masalah. Tapi kalau tiba-tiba baju itu dipakai pada masa pemilihan, menjadi perhatian khusus,” katanya.
Devi menyarankan agar para kades tidak memakai baju dengan warna mau simbol yang identik dengan pasangan calon tertentu. “Biar tidak mengarah keberpihakan ke salah satu pasangan calon,” katanya.
Selain masalah baju, Bawaslu Jember mengingatkan potensi kerawanan dalam beraktivitas di media sosial dan berkegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap pasangan calon tertentu. “Misal kegiatan desa, yang mengarah pada keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon,” kata Devi.
Ada dua pasal terkait Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah mengenai netralitas ini. Dalam pasal 71 ayat 1 disebutkan, kepala desa tidak boleh melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Dari itu bisa ditarik ke banyak hal, terkait kegiatan yang bisa menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Sanksinya adalah pidana paling ringan penjara satu bulan dan paling banyak enam bulan, dan denda paling minimal Rp 600 ribu, paling banyak Rp 6 juta,” kata Devi,
Sanksi administrasi bisa dijatuhkan jika ada pelanggaran Undang-Undang Desa. “Nanti kami akan rekomendasikan kepada bupati atau pemerintah kabupaten,” lata Devi. [wir]
Link informasi : Sumber