BPA Mengancam Kesehatan, Bukan Soal Persaingan Usaha

0

Jakarta (beritajatim.com) – Para ahli kesehatan menegaskan bahwa paparan Bisphenol A (BPA) tidak hanya menjadi masalah bisnis, tetapi merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah talkshow di Jakarta pada 30 Oktober, di mana Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Ulul Albab, SpOG, menekankan pentingnya fokus pada dampak kesehatan dari BPA, bukan sekadar isu persaingan usaha.

“Bahayanya tidak bisa dibelokkan menjadi sekadar persaingan usaha. Fokus utama kita, baik dari IDI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), akademisi, maupun praktisi, adalah melindungi masyarakat Indonesia,” ujar dr. Ulul.

Ia mengingatkan bahwa risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh BPA harus menjadi perhatian utama, terutama setelah adanya bukti dari riset internasional mengenai efek jangka panjang BPA.

Dalam acara tersebut, dr. Ulul menolak narasi yang mencoba mengaitkan BPA dengan isu bisnis, mengingatkan pada situasi saat pandemi Covid-19 di mana informasi kesehatan sering disalahartikan.

“Dulu ketika Covid dan banyak yang meninggal, isu Covid dibelokkan menjadi isu yang macam-macam,” tambahnya, mengindikasikan bahwa pembelokan informasi sering terjadi ketika ada pengetahuan baru yang dianggap mengganggu kestabilan.

IDI mendukung langkah BPOM yang telah menerbitkan regulasi pelabelan peringatan bahaya BPA pada galon dengan kemasan polikarbonat. “Ketika kita mengatakan BPA bermasalah, memang itulah faktanya. Semua negara, bukan hanya Indonesia, sudah mengakui hal ini,” kata dr. Ulul.

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya BPA yang dapat memengaruhi hormon dan berpotensi menyebabkan infertilitas baik pada pria maupun wanita. “IDI berkomitmen untuk memberikan informasi yang berbasis fakta ilmiah terkait dampak BPA,” ungkapnya.

Menurut dr. Ulul, BPOM telah mengambil langkah-langkah untuk membuat masyarakat lebih sadar terhadap bahaya BPA melalui regulasi yang ada. “Meskipun belum melarang BPA, langkah-langkah yang diambil BPOM adalah langkah awal yang baik,” tambahnya.

Dalam forum yang sama, Prof. Dr. Mochamad Chalid dari Universitas Indonesia menjelaskan bahwa proses distribusi dan penanganan kemasan polikarbonat dapat meningkatkan risiko pencemaran BPA ke dalam air minum. “Banyak faktor, seperti paparan sinar matahari dan suhu tinggi, dapat meningkatkan peluruhan BPA dari kemasan ke dalam produk yang dikonsumsi,” katanya.

Hasil pemeriksaan BPOM periode 2021-2022 menunjukkan peningkatan kadar BPA dalam air minum, dengan tingkat migrasi yang melampaui batas standar yang ditetapkan. Hal ini menekankan perlunya perhatian serius terhadap penggunaan kemasan yang mengandung BPA. [beq]


Link informasi : Sumber

Leave A Reply

Your email address will not be published.