Erfach Verponding, Cerita Kampung Terpencil di Banyuwangi
Banyuwangi (beritajatim.com) – Warga Dukuh Erfach, Dusun Paluagung, Desa Kendalrejo, Kecamatan Tegaldlimo, menjadi kawasan terpencil di Kabupaten Banyuwangi selatan. Kawasan peninggalan jaman masa lalu itu kondisinya tidak banyak berubah.
Bayangkan saja, jalan sejauh 3 kilometer dari permukiman padat penduduk ke lokasi ini kondisinya masih seperti puluhan tahun lalu. Bahkan, warga setempat menyebut kondisi itu terjadi sejak dirinya belum lahir.
Ya, kawasan itu merupakan daerah lahan perkebunan milik warga Eropa pada masa penjajahan. Lahan tersebut memiliki nama kawasan Erfach Verponding atau kini sering dikenal Kampung Eropa.
Sugianto warga Dukuh Erfach lahir di tempat ini. Usianya kini sudah hampir 50 tahun.
“Dari sejak saya lahir di sini ya masih seperti ini tidak ada perubahan. Kalaupun ada ya bangunan rumah pribadi saja,” ungkapnya.
Kesan sebagai daerah terpencil dan tertinggal pun tampak saat menuju ke lokasi. Siapapun yang datang harus melewati berkilo-kilo meter jalan terjal berbatu.
Belum lagi, kondisi gelap karena harus melalui hamparan hutan. Di tambah minimnya penerangan membuat kesan sunyi kampung tersebut.
Ada uneg-uneg warga yang menjadi catatan untuk pemerintah. Di antaranya mengenai timpangnya pembangunan di daerahnya.
Pertama, puluhan tahun kampung Erfach nyaris tak tersentuh pembangunan. Baik itu jalan maupun fasilitas publik lainnya.
“15 tahun lalu ada orang datang katanya dari timses akan nyalon bupati, kami ini disuruh nyoblos tapi hanya dijanjikan saja. Sampai sekarang janjinya tak pernah terealisasi,” ungkapnya.
Tak ayal, kata Sugianto, pembangunan jalan ke kampung mereka terpaksa dibangun secara swadaya. Warga setempat urunan kolektif saat jalan kembali rusak.
“Jujur, kami warga di sini yang membangun jalan itu. Kami swadaya buat beli pasir batu (grasak).Jadi gak ada sumbangsih dari pemerintah, termasuk pemerintah desa,” jelasnya.
Kedua, Sugianto menyampaikan tidak adanya fasilitas kesehatan termasuk tenaga kesehatan. Sehingga, menjadikan beban saat warga mengalami sakit atau melahirkan.
“Sebenarnya dulu ada bidan, tapi hanya bertahan satu tahun. Warga sini kalau melahirkan ya keluar jauh jaraknya sekitar 3 kilometer dari sini,” terangnya.
Ketiga, lahan milik warga sebagian tidak memiliki sertifikat lantaran itu merupakan tanah peninggalan masa lalu. Tapi ada sebagian lahan yang ditempati bangunan rumah warga sudah masuk dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
“Tapi sebelum itu, kami ini tetap ditarik pajak oleh pemerintah desa. Tapi, apa yang didapat?,” keluhnya.
Warga setempat sangat berharap adanya perubahan. Syukur-syukur ada perhatian lebih ke depan untuk daerahnya. (rin/but)
Link informasi : Sumber