Hadi Sasmito Bukan Sekda Pertama Jember yang Pernah Jadi Tersangka
Jember (beritajatim.com) – Muhammad Fawait, calon bupati nomor urut 2, menyatakan dalam debat pasangan calon, Sabtu (9/11/2024) malam, bahwa Hadi Sasmito adalah sekretaris daerah pertama di Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang berstatus tersangka.
“Dalam sejarah Jember dari dulu sampai hari ini, belum pernah ada Sekda (Sekretaris Daerah) aktif terlibat korupsi. Belum pernah ada sekda aktif masuk penjara. Maka saya pikir, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak mengorbankan anak buahnya,” kata Fawait, sebagaimana dilansir Beritajatim.com, Minggu (10/11/2024).
Benarkah?
Berdasarkan penelusuran di internet, klaim Fawait tersebut keliru. Sebelum Hadi Sasmito, Sekretaris Daerah Djoewito pernah menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dan resmi ditahan pada masa pemerintahan Bupati MZA Djalal. Kejaksaan Negeri Jember resmi menetapkan Djoewito dan menahannya di lembaga permasyarakatan setempat, Senin (10/8/2009).
Dikutip dari Detik.com, hakim Mahkamah Agung memvonis Djoewito bersalah, karena turut serta dan membantu korupsi kasda dengan hukuman penjara dua tahun penjara denda Rp 50 juta atau subsider kurungan 3 bulan kurungan. Djoewito juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 416.250.000.
Arismaya Parahita, mantan pejabat Pemerintah Kabupaten Jember, selama masa pemerintahan empat bupati, membenarkan hal tersebut. “Cuma prosesnya seperti apa, saya lupa. Jadi pernyataan Fawait soal Pak Hadi Sasmito itu salah,” katanya, ditulis Minggu (17/11/2024).
Arismaya juga mengoreksi pernyataan Fawait dalam debat antarpaslon soal dikorbankannya Hadi Sasmito.
Dalam debat publik antarpasangan calon, Sabtu (9/11/2024) malam, Muhammad Fawait, calon bupati nomor urut 2, menyebut Hadi Sasmito dikorbankan. “Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak mengorbankan anak buahnya,” katanya saat itu.
Arismaya mengingatkan bahwa bupati memimpin birokrasi. “Dalam birokrasi sudah ada aturan, mulai dari undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah, sampai perda dan SK bupati. Semuanya punya norma tertentu yang harus dipatuhi bupati dan seluruh jajarannya,” katanya.
“Artinya sudah ada sistem baku yang di situ sudah sangat jelas pembagian tugas antara bupati dan para kepala dinas. Tugas bupati kepada kepala dinas dan sekda bukan mandataris, tapi pendelegasian dengan kewenangan dan kekuasaan, termasuk tanggung jawabnya,” kata Arismaya.
Arismaya mengatakan, Bupati Hendy Siswanto tidak pernah meminta sesuatu kepada kepala organisasi perangkat daerah. “Pengalaman saya begitu. Beberapa kepala dinas sering berkonsultasi, tidak pernah disuruh korupsi, untuk dia mengambil untung kemudian tidak bertanggung jawab,” kata mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jember ini.
“Intinya bahwa kepala dinas mendapat delegasi tugas dan kewenangan dari bupati ketika disumpah dan dilantk. Jadi tidak ada istilah dikorbankan,” kata Arismaya.
Arismaya mengingatkan, bahwa adanya birokrat yang tersangkut kasus hukum sudah terjadi sejak masa pemerintahan Bupati Samsul Hadi Siswoyo (2000-2005).
“Bahkan Pak Samsul sendiri ditahan. Juga ada pada zaman Pak MZA Djalal, zaman Faida. Tapi coba dicermati dalam persidangan, tidak ada satu pun tersangka yang merasa dikorbankan bupati. Kan memang mereka bertanggungjawab penuh terhadap yang dilakukan, siapapun bupatinya,” kata Arismaya. [wir]
Link informasi : Sumber