Liposos Jember Hanya Punya 11 Kamar

0

Jember (beritajatim.com) – Gedung Unit Pelaksana Teknis Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) Dinas Sosial Kabupaten Jember, Jawa Timur, hanya memiliki sebelas ruangan kamar. Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan tambahan kamar.

Ukuran sebelas kamar tersebut berbeda. Lima kamar sal berukuran empat kali enam meter dan empat kamar isolasi berukuran 1,5 kali empat meter. Kamar isolasi khusus untuk klien orang dengan gangguan jiwa ekstrem dan penyakit khusus.

“Rencana renovasi atau pembangunan kamar ruangan di UPTD Liposos tentunya sangat diharapkan dapat diwujudkan. Namun demikian pembangunan sarana dan prasana gedung kantor menyesuaikan kemampuan anggaran Pemerintah Kabupaten Jember,” kata Pejabat Sementara Bupati Imam Hidayat, dalam sidang paripurna pembahasan APBD 2025, di gedung DPRD Jember, Selasa (19/11/2024) malam.

Problem liposos ini pernah dikemukakan Kepala Dinsos Jember Akhmad Helmi Luqman dalam sebuah wawancara dengan Beritajatim.com, 30 Maret 2024 silam. Saat itu, dia mengatakan, kapasitas Liposos 30-40 orang dan dihuni 70 orang.

“Sekitar 20 orang adalah lansia yang tidak bisa berjalan. Sekitar 40-an orang dengan gangguan jiwa. Itu sudah kami sebar ke dua rumah sakit jiwa, di Lawang Malang dan Menur Surabaya. Sisanya adalah gelandangan yang tidak mempunyai administrasi kependudukan,” kata Helmi.

Berlebihnya penghuni Liposos membuat pegawai Dinsos bekerja ekstra untuk mengawasi dan mengelola selama 24 jam per hari. Helmi melibatkan pegawai lintas bidang untuk bisa bergantian berjaga. “Untuk biaya, kami upayakan cukup untuk makan dan minum sehari tiga kali,” katanya.

Mengatasi berlebihnya penghuni, Dinsos Jember memindahkan sebagian penghuni ke unit pelaksana teknis milik Pemerintah Provinsi Jatim. Penghuni berstatus orang dengan gangguan jiwa dikirim ke Pasuruan. Penghuni perempuan dikirim ke Kediri.

Penghuni lansia dipindahkan ke panti di Kecamatan Puger, Jember, dan Kabupaten Bondowoso. Sementara untuk penghuni anak-anak dikirimkan ke Kabupaten Situbondo.

“Tahun depan kami berupaya menambah kapasitas dari 30 penghuni menjadi 50 penghuni. Sal akan kami sekat khusus untuk ODGJ ekstrem dengan keamanan maksimum. ODGJ ekstrem ini psikotik dan punya emosi tinggi, punya kecenderungan membahayakan orang lain sehingga perlu perlakuan khusus,” kata Helmi.

Saat itu ada sepuluh orang ODGJ ekstrem yang dirawat. Identitas mereka tidak diketahui. Sebagian masih berusia muda, sekitar 16-17 tahun. “Mereka terkena ODGJ karena gangguan obat-obatan. Dibutuhkan terapi khusus di rumah sakit jiwa. Kalau tidak, dia berpotensi melukai orang lain, meski keluarga sendiri,” kata Helmi.

Keluarga menitipkan klien ODGJ ke Liposos karena sudah tak mampu merawat. “Kami terima dengan pernyataan keluarga, bahwa yang bersangkutan diserahkan kepada kami penanganannya. Kami tempatkan di sel khusus. Sepertinya tidak manusiawi, tapi kalau tidak begitu, bisa membahayakan masyarakat umum,” kata Helmi.

Petugas Dinsos beberapa kali cedera saat menangani klien orang dengan gangguan jiwa. Klien ini ditempatkan di sel berterali besi dengan lubang khusus untuk memberikan makanan. “Kalau pintu dibuka, kita bisa ditabrak dan dia keluar,” kata Helmi.

Kendati susah, Dinsos Jember tidak pernah mengabaikan klien-klien tersebut. “Kami tidak pernah membuang ke kabupaten lain maupun perbatasan. Mereka masih warga negara Indonesia, mereka masih manusia, butuh pelayanan kami,” kata Helmi.

Bahkan, khusus untuk klien orang dengan gangguan jiwa, Dinsos didampingi dokter dari Rumah Sakit dr, Soebandi yang memberikan terapi. “Obat-obatan yang diberikan kepada klien sesuai rekomendasi dokter jiwa,” kata Helmi.

Wahyu Prayudi Nugroho, juru bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Jember, berharap Liposos Dinsos bisa diperhatikan. Dia menyebut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa pada pasal 81, yang menegaskan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib melakukan rehabilitasi terhadap orang dalam gangguan.

“Dinas Sosial yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah mempunyai peran besar dalam melaksanakan rehabilitasi pada ODG tersebut. Kami menyarankan pemerintah daerah lebih memperhatikan hal tersebut, supaya penanganan ODG di Kabupaten Jember bisa lebih maksimal,” kata Nugroho. [wir]


Link informasi : Sumber

Leave A Reply

Your email address will not be published.