Tiga Alumnus Masuk Kabinet Dua Presiden, Apa Rahasia SMA Negeri 1 Jember?
Jember (beritajatim.com) – Tiga orang alumnus SMA Negeri 1 Kabupaten Jember, Jawa Timur, menjadi bagian dari kabinet dua presiden RI. Belum ada sekolah menengah atas lain di Jember yang menyamai capaian sekolah ini.
Alumnus pertama yang menjadi menteri adalah Abdullah Azwar Anas. Pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, 6 Agustus 1973 ini menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Jember pada 1992.
Setelah sempat menjadi bupati Banyuwangi pada 2010-2021, Anas menjadi Menteri Pemberdayaan Aparutur Negara dan Reformasi Birokrasi 2022-2024 dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Dia pintar berpidato dan aktif berorganisasi,” kata Sujai, mantan guru SMAN 1 Jember, memuji Anas muda.
Sementara pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dua alumnus yang menjadi bagian dari kabinet adalah Anto Mukti Putranto yang diangkat menjadi Kepala Staf Kepresidenan dan Bambang Eko Suharyanto yang diangkat menjadi Wakil Menteri Sekretaris Negara.
Masuk ke SMAN 1 Jember pada 1980, Anto lulus pada 1983. Sementara Bambang masuk pada 1978 dan lulus pada 1980.
Sujai bangga dengan capaian murid-muridnya itu. “Sebagai guru, saya bangga anak didik saya jadi orang di istana sana,” kata pria yang pernah mengajar sebagai guru bimbingan konseling ini.
Apa yang membuat SMAN 1 Jember saat itu bisa mencetak tokoh-tokoh seperti Anas, Anto, dan Bambang? “Saat saya mengajar di SMA 1, anak-anak yang masuk ke sana adalah anak-anak yang ingin suasana belajar kompetitif. Jadi kelebihannya itu pada murid, bukan pada guru,” kata Sujai.
Ada suasana belajar secara mandiri yang kuat di kalangan siswa SMAN 1 Jember. “Saya lihat kompetisi antarkelas hebat. Saya pernah menempati ruman dinas guru di SMAN 1. Setiap malam, setelah magrib, anak-anak masih belajar sendiri di kelas,” kata Sujai.
Saat itu reputasi SMAN 1 Jember di Jawa Timur cukup mentereng. Kompetitor mereka adalah SMA Negeri 5 Surabaya dan SMA St. Louis Surabaya. “Sampai 2001, persaingannya masih dengan SMA di Surabaya,” kata Sujai.
Sujai masih ingat persaingan dengan SMA Negeri dari Surabaya dan SMA Negeri dari Kediri dalam memperebutkan beasiswa dari salah satu perusahaan besar di Indonesia. “Kami saat itu kalah dengan SMA Kediri karena kami belum punya jurusan Ilmu Budaya,” katanya.
Iklim pendidikan tersebut hilang sekarang, setelah pemerintah menerapkan model zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Tidak ada kebanggaan saat masuk ke SMAN 1 Jember, karena hal itu tidak ditentukan dengan prestasi berupa nilai ujian nasional sekolah menengah pertama, melainkan kedekatan rumah calon siswa dengan sekolah. “Sistem rumah dekat juga bisa dibuat,” kata Sujai.
Atmosfer pendidikan yang kuat di SMAN 1 Jember pada masa itu juga memunculkan loyalitas di kalangan guru. Tri Mulyani, teman seangkatan Anto Mukti Putranto yang menjadi guru di sana, bersedia kembali mengajar kendati sudah pensiun karena dimintai bantuan oleh SMAN 1 Jember.
Tri menyebut keberhasilan tiga alumnus menduduki posisi penting di pemerintahan sebagai sebuah kebanggaan bagi SMAN 1 Jember. “Saya ikut berbahagia dan bangga. Harapan saya, alumni SMA 1 Jember yang bergabung dengan kabinet dapat menjalankan tugas dengan baik dan lancar, serta bisa membangun Indonesia lebih baik. Saya berharap amanah dan sukses selalu,” katanya. [wir]
Link informasi : Sumber