Mediasi Alot, Warga Pulosari Surabaya Minta Bos PT Patra Jasa Datang
Surabaya (beritajatim.com) – Sengketa antara warga Pulosari dan PT Patra Jasa terkait pembongkaran rumah yang terjadi pada 2018 hingga kini masih menyisakan konflik. Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, melalui hakim mediator Nur Cholis, terus berupaya mencari solusi terbaik atas permasalahan ini.
Mediasi yang telah beberapa kali dilakukan belum membuahkan hasil yang memuaskan. Warga Pulosari menganggap mediasi sulit mencapai kesepakatan karena pimpinan PT Patra Jasa tidak hadir secara langsung, melainkan selalu diwakilkan oleh kuasa hukum.
Sebaliknya, pihak warga hadir bersama tim kuasa hukum mereka, Luvino Siji Samura, SH., MH., dan Ananta Rangkugo, SH.
Hakim mediator Nur Cholis memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak—warga sebagai penggugat dan PT Patra Jasa yang diwakili kuasa hukumnya sebagai tergugat—untuk menyampaikan keluhan terkait gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Warga pun menyampaikan berbagai keluh kesah mereka, terutama soal kelelahan menunggu kepastian ganti rugi atas rumah-rumah yang dihancurkan selama eksekusi lahan enam tahun lalu.
Menurut warga, masalah ini sulit diselesaikan jika PT Patra Jasa hanya diwakili oleh kuasa hukum yang selalu berganti-ganti.
Salah satu warga menyatakan, “Bagaimana masalah ini bisa selesai kalau perwakilan dari PT Patra Jasa selalu berubah-ubah?” Mereka merasa setiap perwakilan hanya mencatat keluhan tanpa memberikan kepastian tindakan.
Warga juga menuntut kejelasan mengenai ganti rugi rumah yang telah dihancurkan saat eksekusi, padahal rumah-rumah tersebut bukan bagian dari objek yang harus dieksekusi. Dalam mediasi, warga menyerahkan daftar sembilan orang yang sudah menerima ganti rugi dalam jumlah besar, sementara warga yang hadir belum menerima sepeser pun.
“Kami yang hadir di sini belum mendapatkan ganti rugi, sedangkan sembilan orang itu sudah mendapatkan ratusan juta,” tegas salah satu warga. Beberapa warga lainnya menolak tawaran ganti rugi yang dianggap tidak sepadan, berkisar antara Rp15 juta hingga Rp50 juta, jauh berbeda dari yang diterima sembilan orang sebelumnya.
Lebih lanjut diterangkan salah satu kuasa hukum warga Pulosari ini, tanggal 11 Desember hingga 29 Desember 2017 disebutkan, bahwa PT Patra Jasa kepada warga yang telah menguasai tanah milik PT Patra Jasa tanpa hak, telah melakukan sosialisasi serta membuka posko pembayaran.
“Ada tidak posko pembayaran, sebagaimana disebutkan PT. Patra Jasa dalam surat tanggapannya ?,” tanya Ananta Rangkugo SH., salah satu kuasa hukum warga.
Warga pun menjabat tidak pernah ada. Mendengar jawaban dari warga itu, Ananta Rangkugo di acara mediasi ini secara tegas menyatakan bahwa PT. Patra Jasa telah melakukan kebohongan publik.
“Apa yang dinyatakan PT. Patra Jasa ini tidak pernah ada. Ini bohong. Dan, hal ini bisa kami permasalahkan secara hukum,” tegas Ananta Rangkugo kepada salah satu perwakilan PT. Patra Jasa yang seorang advokat.
Kuasa hukum warga Pulosari ini kembali melanjutkan, bahwa di tahun 2017, warga Pulosari ini telah mendiami tanah milik PT. Patra Jasa tanpa ada alas haknya.
“Padahal di tahun 2017 tersebut, sedang terjadi persidangan di PN Surabaya terkait sengketa antara warga dengan PT. Patra Jasa. Dan, dipersidangan itu juga dipermasalahkan, bahwa tanah yang masih dalam sengketa dengan luas 142 ribu meter² tersebut ijin pengelolaannya telah mati sejak 2006,” ungkap Ananta.
Sejak saat itu, sambung Ananta, tanah seluas 142 ribu meter² tersebut, bukan lagi tanah yang dalam penguasaan PT. Patra Jasa dan telah menjadi tanah negara.
“Dan maksud kedatangan kami adalah untuk menuntut ganti kerugian atas dirobohkannya sejumlah rumah kami karena terbitnya putusan gugatan nomor 333 yang dijadikan dasar eksekusi,” ungkap Ananta. [uci/ted]
Link informasi : Sumber